Rabu, 15 Agustus 2012

Karang & Kinar (bag.2)


Karang dan Kinar memang memiliki perasaan saling menyayangi. Memutuskan untuk menjalin hubungan yang lebih dekat yang biasa disebut dengan pacaran. Ya, Karang adalah pacarnya Kinar, dan Kinar adalah pacarnya Karang. Mereka dan orang disekitarnya menyebut status mereka adalah pacaran. Tapi bagi Kinar, Karang bukan pacarnya seperti Karang yang menganggap Kinar pacar yang amat disayanginya. Karang adalah teman yang menemaninya, Karang adalah sahabat yang mendengarkannya cerita dan share up and down, Karang adalah kakak yang selalu menjaganya, Karang adalah adik yang selalu membuatnya tertawa dengan tingkahnya, Karang adalah musuh yang membuatnya menangis saat ia cemburu, Karang adalah lawan saat mereka taruhan main tebak-tebakan, Karang adalah alarm yang mengingatkannya tentang banyak hal, Karang adalah sapu tangan yang mengusap air matanya, Karang adalah ini, Karang adalah itu, seperti semua itu membuktikan kalau Karang ada untuk dirinya. Tak lain dengan Karang, Kinar juga sangat menyayanginya. Karang yang selalu ingin mengorbankan apapun untuk Kinar, apapun yang Kinar mau, kemanapun Kinar ingin pergi, kapanpun Kinar ingin, dan bagaimanapun caranya, Karang selalu ada untuk Kinar. Rasa sayang yang begitu kuat memancar jauh dari dalam hati Karang menuju hati Kinar. Sungguh seperti tak ada yang bisa merenggut kasih sayang itu dari dalam hati mereka. Namun kenyataan yang mereka rasakan tak seindah perasaan sayang mereka. Orang tua Kinar. Tidak, keluarga lebih tepatnya. Keluarga Kinar bukanlah keluarga-keluarga biasa pada umumnya, Kinar sama sekali tidak diizinkan untuk pacaran, sama sekali tidak. Sebenarnya Kinar mengerti benar kalau pacaran itu memang tidak boleh. Itulah sebabnya Kinar mengurungkan untuk menyebut Karang sebagai pacarnya. Kinar lebih suka menyebut Karang dengan kata close friend –yang buat Kinar Iclose friend itu lmore than everything-. Kinar mengerti benar aturan main keluarganya itu, tapi Kinar lebih mengerti dirinya yang sungguh tidak mampu untuk membunuh perasaan itu terhadap Karang. Kinar dalam kegalauan yang memuncak saat ia hendak menerima pertanyaan Karang tentang komitmen yang akan mereka jalani -nembak-. Kinar memutuskan untuk menjalaninya.
            Awalnya biasa saja, mungkin karena memang baru dan belum ada yang mencurigai tentang status Kinar itu. Keluarganya sungguh memahami Kinar yang masih duduk di bangku SMA dan masih sangat butuh akan pergaulan yang akan membawanya untuk beradaptasi dan lebih dewasa, karena lingkungan, teman, dan semua yang ada di sekeliling kita adalah pelajaran hidup dalam sebuah kehidupan. Lagipula selama ini Kinar memang hanya menyebut Karang sebagi close friend yang sungguh baik, sangat baik. Hingga sampai sudah setengah tahun mereka menjalani komitmen mereka, berusaha ada dalam ketiadaan, selalu bersama -dalam waktu yang sangat wajar-, menjadi seorang yang begitu pengertian satu sama lain. Mereka tak pernah main-main, selalu serius, meskipun tujuan itu masih sangat jauuhh di masa yang akan datang, tapi menjaga dan merawat cinta yang telah tertanam, bukan hal yang bisa dipermainkan, karena ini perasaan, hati, cinta.
            Novel itu, novel karya penulis favoritnya, ia pilih sebagai permintaan Karang yang memaksa untuk membelikannya sebuah buku. Ya, ternyata novel itu adalah hadiah yang diberikan Karang untuk Kinar pertanda enam bulanan  mereka. Romantis, bukan sesuatu yang mahal dan mewah, melainkan sebuah novel yang sudah lama Kinar incar. Ini lebih berharga dari kalung emas, gelang perak, atau hadiah-hadiah mahal lainnya. Kinar tak mengerti mengapa Karang begitu menyayanginya, tapi ia lebih tak megerti dirinya sendiri mengapa ia juga begitu menyayangi Karang. Tapi sekarang ia telah menemukan jawabannya. Karena Karang memberikannya sebuah novel yang sangat ia inginkan? ah, bukan, tentu saja bukan. Kinar menyayangi Karang karena anugrah yang harus ia jaga, sampai nanti ia akan memiliki anugrah itu seutuhnya, ya, seutuhnya, tanpa ada yang bisa mengambil alih, kecuali Tuhan, bukan yang lain.
            Sedikit berbeda dengan Karang yang memberikannya sebuah novel sebagai hadiah enam bulanan, Kinar membuat sebuah kartu lipat yang dibuatnya sendiri dari guntingan karton dan terdapat sebuah gambar sketsa dirinya, dengan sedikit kata ucapan yang cukup indah. Sangat sederhana memang, Karang pun sampai diam seribu bahasa saat menerima kartu itu dan membuka lalu melihatnya. Kinar yang bingung melihat ekspresi karang itu langsung merendah, merasa tidak enak dengan apa yang ia berikan pada Karang, jauuhh sekali bandingannya dengan apa yang Karang berikan pada Kinar. “Karang, maaf, itu jelek sekali. Eeehhh... berbeda sekali dengan apa yang kamu berikan untukku.”  Kinar cukup gugup dengan ekspresinya Karang itu. “Karang, kamu bisa menyimpannya di kolong lemari atau di kolong tempat tidur, atau dimana saja kalau kamu ngga suka. Tapi please yaa jangan di buang. Please”  sedikit memelas, sedih, bingung. Ia begitu kuat memikirkan apa yang terjadi dalam hati dan pikiran Karang dengan ekspresi seperti itu.
“engga,  engga Kinar, justru aku mikirin ini gimana kamu bikinnya? Koq bisa?”  jelas Karang yang masih dengan ekspresi seperti tadi, tapi sedikit lebih keras berfikirnya sekarang. “makasih yaa Kinar, aku justru lebih suka kalau buatan tangan sendiri, itu artinya kan kreatif, aku suka, suka banget, makasih banyak ya Kinar, aku jadi terharu nih, hehe.” Jelas Karang yang benar-benar tidak mau Kinar kecewa dengan apa yang Kinar berikan untuknya.
            Hari itu memang sedikit berbeda dengan hari-hari sebelumnya, bisa dibilang lebih istimewa, atau bahkan sangat istimewa. Kinar terbiasa untuk mencurahkan perasaannya pada akun-akun sosial di dunia maya, facebook, twitter, blog, plurk, dan apalah. Namun ternyata itu bukanlah suatu kebiasaan yang cukup baik, ya, bahkan tidak baik, mungkin untuk orang lain atau lebih utamanya untuk diri sendiri. Saat Kinar memposting kalimat yang sangat biasa di salah satu akun miliknya, terdapat banyak respons dari teman-temannya, banyak dan menyakitkan. Hanya karena sebuah novel + Rp. 40.000,- lalu datanglah serbuan kata-kata tidak pantas didengar yang serta merta menjudge Kinar sebagai cewe materialistis. Sakit memang hati Kinar saat itu, tapi Kinar selalu ingat apa yang pernah dibilang oleh Denis, teman curhatnya, jangan perasaan, let it flow saja lah. Dan Kinar selalu sadar, bahwa disaat ada orang yang begitu menyayanginya, di sisi lain, pasti ada juga orang yang sangat membencinya, ya, this is way. Kinar mungkin lemah, hatinya sangat teramat labil, tapi ia selalu yakin kalau memang Tuhan selalu adil, begitu sering ia menangis, mengadu pada Tuhan, bahwa banyak sekali yang mencoba untuk meruntuhkan ketegarannya, walau Kinar sama sekali bukan gadis yang tegar. Ia selalu menangis, kapanpun ia butuh air matanya untuk membuatnya lebih tenang –sebenarnya tidak-. Ia selalu menangis untuk mengatasi masalah, karena air matanya bisa membuat hatinya lebih jernih –mungkin-. Tak lain dan tak bukan, Karang lagi, selalu Karang yang paling mengerti apa kondisi Kinar, mencoba untuk membuatnya lebih tenang –meskipun sudah menangis, tapi ternyata tidak lebih tenang-. “mereka itu sirik Kinar, mereka nggak seperti kamu, ya kan?? Kalau mereka marah dan berkata seperti itu, apa coba alesannya? Nggak jelas kan? Mereka nggak bisa seperti kamu Kinar. Udah dong jangan sedih yaa, aku kangen kalau kamunya sedih terus.” Karang memang selalu bisa merayu Kinar, ya, dari pada Kinar menangis lagi. Kinar menangis hanya karena sebuah novel dan kartu ucapan? tidak, Kinar menangis karena perasaan.

Sabtu, 17 Desember 2011

Karang & Kinar


Novel  dan  Kartu Ucapan
            Sore itu, sebelum adzan ashar berkumandang membangunkan umat-umat yang sedang terbawa mimpi tidur siang di hari minggu yang begitu hangat, seorang gadis remaja 16 tahun yang menghabiskan siangnya di atas tempat tidur selepas ia pulang mengaji ba’da dzuhur tadi, memutuskan pergi dengan seseorang yang orang bilang sebagai “pacar”-nya. Melewati sore hingga senja, petang dan akhirnya malam -tidak larut, hanya pukul delapan-. Kebetulan hari ini adalah hari jadi hubungannya yang ke enam bulan, terkesan begitu berarti, meski belum hitungan tahun, namun tetap berarti. Kinar yang pergi keluar dari pintu rumahnya dengan kerudung putihnya yang tertiup angin hingga ia pun mengerdipkan matanya yang kemasukan debu. Melangkah hingga satu rumah di sebelah rumahnya menuju depan gang sempit itu. Seketika bertemu dengan ibu-ibu setengah baya berkerudung cokelat panjang dengan daster agak kumel -habis bantu tetangga masak untuk acara tahlilan- dan selalu ia panggil dengan sebutan ummi. Seketika bilang, “aku main mi, sebentar..” langsung melangkah lagi meski ummi masih berbicara menyuruhnya untuk tidak pulang terlalu malam. Hanya anggukan dan selintas senyum yang sebenarnya tidak terlihat sama sekali oleh ummi.
            Sampai di depan gang sempit, di depan pom bensin, sudah ada seorang anak muda yang juga berusia 16 tahun -lebih tua Kinar 3 bulan- duduk di atas motor matic hitamnya. Menunggu. Sudah 15 menit Karang menunggu gadis berpipi tembam yang amat di sayanginya itu. Meliriknya dari kaca spion, terlihat Kinar tersenyum genit menggemaskan pada Karang. Pura-pura tidak tahu. Menyapanya, “ayo Kar, cepet kita jalan.”  Mukanya yang masih tersenyum-senyum genit menggemaskan -sebenarnya tidak jelas arti dari senyumnya itu apa- sambil mengernyitkan dahi tanda permohonan supaya Karang cepat menyalakan motor matic hitamnya itu. 10 detik. Wuusshh... tak ada lagi bayangan 2 orang remaja yang pipinya memerah. Entah seperti baru pertama kali bertemu saja.
            Awalnya mereka sudah sepakat untuk pergi ke salah satu tempat favorit mereka untuk menghabiskan waktu, bercerita, tertawa, ngambek, dan apa sajalah gurauan-gurauan remaja favorit mereka. Sebuah wisata kolam ikan -wisata gratis- yang dikelilingi dengan restauran yang mahal, sedang, hingga murah dan sesuai dengan kantong pelajar SMA seperti mereka. Namun setelah sampai tepat di depan pintu gerbang wisata kolam ikan yang berada di pinggir kota dekat bukit itu, Kinar menyeringai dengan nada yang sedikit membujuk, “Karang, aku males, bosen..” Seketika Karang langsung berhenti dan memutar balik stirnya, tanpa basa-basi ia bertanya, “Kinar ngga mau kesini? Mau muter balik lagi? Mau kemana? Ke Elos? -nama salah satu mall yang lumayan sering mereka kunjungi-“ . Kinar merasa tidak enak, sudah sampai di tujuan dengan sempurna seperti rencana, tapi ia tiba-tiba malah bilang bosen. Diam dengan senyum tidak enaknya, hanya bisa mengelurkan suara “hhmmm.....”  Terdengar lagi suara lembut penuh kasih dari Karang, “kamu maunya kemana sayang?”  lagi-lagi dengan senyum tidak enaknya Kinar memutuskan untuk pergi ke Elos yang tidak jauh dari kolam ikan itu, hanya berjarak kurang dari 1 kilometer, dengan waktu kurang dari 15 menit mereka sudah sampai di tujuan. Sebenarnya Kinar bingung mengapa ia memilih datang kesini, nonton? Tidak. Belanja? Apalagi itu. Lalu? Entahlah.
            Tak ingin lama-lama bingung akhirnya mereka merapat ke sebuah toko buku terkenal. Menjelajahi pandangan mencari sesuatu yang mungkin bisa menarik perhatiannya. Melihat-lihat, membaca -hanya sinopsis, buku-buku disana masih terbungkus rapi dengan plastik- mengelilingi seisi toko, dari atas hingga bawah, mulai dari kesehatan hingga religi. Sebenarnya yang mereka lakukan hanya bercanda dan sibuk ngobrol berdua­, membicarakan apa saja -tentang buku-buku itu sih, sedikit-. Lalu Karang tiba-tiba tegas berkata pada Kinar, “Kinar pilih satu buku yang Kinar mau, nanti biar aku yang bayar.”  Kinar hanya mengernyitkan dahinya dan nyeletuk, “ngga mau!”  Karang bales nyeletuk, “harus!”  Karang memaksa. Kinar memang suka memendam apa yang ia inginkan, takut sekali dibilang materialistis, tapi Karang bersikukuh untuk membelikannya sebuah buku, Karang tau betul Kinar suka membaca, apa saja, meski tergantung pada moodnya juga. Kinar hanya diam, dengan pipi yang sedikit menggelembung dan bibir yang agak maju menunjukan kalau ia tidak suka, ngambek. Karang yang paling tidak tega jika melihat Kinar memasang wajah itu langsung membujuknya, “Kinar, saaattuuu aja, Kinar pilih yang mana Kinar mau, ayo lah sayang, Karang mau kasih kamu sesuatu yang lebih berarti dari sebelumnya. Ini kan hari spesial?!!”  Karang menatap Kinar dengan tatapan teduh penuh permohonan. Kinar yang juga paling tidak tega melihat Karang memasang wajah memprihatinkannya -setidaknya wajah itu sanggup membujuk Kinar yang sedikit keras kepala- hanya sanggup bilang, “ya, nanti.”  

Bersambung...

Selasa, 08 Maret 2011

Aku Cinta Ayah Karena Allah

Nida, itulah namaku yang diberikan leh omku setelah aku diambil dari rahim umi dengan penuh kasih sayang.
Setelah ayah mengumandangkan adzan ditelingaku, berharap aku kelak menjadi anak yang solehah kebanggaan setiap orang tua, setiap umi dan setiap ayah didunia ini.
Dan kini aku tumbuh menjadi gadis yang tak sepenuhnya peduli terhadap mereka, aku yang meminta segalanya dari umi, dari ayah. Tak kupikirkan kelelahan ayah, tak kuhiraukan kesabaran umi.
Ya Allah kini aku tau betapa besar cinta mereka terhadapku setelah aku benar-benar Kau tegur karena kebodohanku.
Ya Allah kini aku tau Ayah seperti apa setelah belasan tahun aku tinggal bersamanya, baru sekarang aku mengerti Ya Allah, sunguh Engkau tau betapa bodohnya aku.
Aku baru mengerti setelah perjuangan ayah selama ini sudah terlalu besar ya Allah.

Maafin nda ayah, maafin nda yang ngga pernah ngerti betapa ayah sayang nda.
setelah selama ini ayah selalu bilang bisa, padahal aku tau ayah ngga bisa, karena ayah ngga mau nda kecewa.
setelah selama ini ayah ngga pernah membiarkan aku untuk memikirkan satu masalah sekecil apapun, karena ayah ngga mau nda terganggu sedikitpun.
setelah selama ini nda selalu menuntut ayah untuk keinginan nda, ayah selalu berusaha dalam ketidakmampuan ayah.
Ya Allah ayah maafin nda, maafin nda karena menjadi anak yang begitu bodoh.

Ya Allah, jika aku bisa kendalikan semua ini, aku ngga akan membiarkan ayah meneteskan keringatnya lagi, hanya untukku, hanya untuk anak bodoh seperti aku.
Ya Allah, jika aku harus menguapkan kata maaf, berapa ribu kata maaf yang harus aku ucapkan untuk menebus semua perilaku bodohku terhadap ayah Ya Allah.
Ya Allah, jika aku bisa menjadi anak yang solehah, biarkan aku untuk selalu berdo'a untuk ayah.

Ayah, nda mungkin ngga bisa menjadi kebanggaan ayah
Tapi, nda cinta dan sayang banget sama ayah karena Allah

Selasa, 25 Januari 2011

Itu Mimpi

Diam ku takkan bicara lagi
hanya mampu berbisik pada diriku sendiri

kau kah yang ada di seberang sana??
kau kah yang tengah menatapku dengan hangat itu??
kau kah yang tengah menghampiriku??
kau kah yang begitu erat memelukku
seolah takkan pernah melepaskanku untuk pergi??

Tuhan, ini mimpi...
ya, ini mimpi yang begitu nyata
tak ada setitik goresanpun yang menunjukan ini mimpi
ini nyata ya Tuhan...
ini nyata dalam tidurku

demi sosok-Mu yang begitu agung
kumohon jauhkan mimpi itu dariku
kumohon hilangkan mimpi-mimpi itu
kumohon bangunkan aku ya Tuhan...
sadarkan aku dari mimpi yang terlalu indah ini

karena itu membuatku semakin sakit
semakin terperosok dalam semunya keindahan mimpi itu
jangan biarkan aku terbang dan jatuh lagi ya Tuhan...
jangan biarkan aku bermimpi lagi
bermimpi tentangnya, bermimpi bersamanya

Minggu, 07 November 2010

Ana Ukhibbuka...

Senyuman...
itulah yang selalu dia berikan untukku
tanpa ia harapkan sebuah balasan senyuman
yang sesungguhnya, itulah yang ia tunggu

Senyuman itu...
merekah indah di bibirnya
dalam riangnya, ia tersenyum padaku
dalam gundahnya ia tersenyum padaku
dan dalam sakitnya pun ia selalu tersenyum untukku

amarah yang tengah merasukiku pun
tak akan mampu untuk menghapus senyum itu
ringannya aku membalas senyum itu
dengan kata yang melukai hatinya

dalam senyum yang merekah itu...
terdengarlah kata "aku sayang kamu"
namun mata itu berbicara lain
mata itu mengungkapkan
sungguh ia tengah menahan rasa sakit dalam tubuhnya yang begitu dalam
sungguh ia menahan semua rasa sakit itu
agar aku tahu, betapa ia menyayangiku

Ya Rabb, kuatkan ia...
kuatkan ia untuk selalu menjaga senyum itu..
kuatkan ia yang tengah menjaga rasa sayangnya..

Sungguh tak ada yang bisa kulakukan Ya Rabb
selain menanti dalam tangisan yang tak ingin kutunjukan padanya
sungguh aku tak bisa untuk membalas senyum tulusnya
sungguh tak mampu aku menahan tangis ini
saat kutahu ada rasa sakit di balik senyumya

Ya Rabb...
jagalah sabarku untuk menantinya

and for you, someone there who give me the most beatiful smile
just want you to know, the only sentece that I can say
"ana ukhibbuka"

Senin, 01 November 2010

Keetidak sempurnaan

Aku tak menginginkanmu ada disini
Karena aku hanya menginginkan janjimu
Aku tak membutuhkan list pengorbananmu
Karena aku hanya membutuhkan bukti dari janjimu

Aku bukan manusia sempurna
dan sama sekali tak menginginkan sebuah kesempurnaan
Aku bukan pemilik cinta yang sempurna
dan sampai kapanpun tidak akan sempurna

Hidup, Cinta dan Perjalanan
Tak kan pernah ada yang sempurna

ya, karena kehidupan memang tak sempurna
dan kematianlah yang akan membuatnya sempurna

Sabtu, 30 Oktober 2010

racun keong yang amat rusuh versi XI MM

Saat-saat yang amat teramat membosankan sewaktu kita nggak dikasih kerjaan pas PKL, yang akhirnya membuat kita mengekspresikan kebosanan kita dengan membuat sebuah (sesungguhnya sih banyak, tapi yang di share cuma 1) video unik yang mencoba menirukan si pasangan lipsing "SinJo" alias "Sinta & Jojo". tapi alhasil yang terjadi, sebuah video rusuh yang, mmm.... sebenernya sama sekali nggak mirip dengan SinJo.
Mendingan dilihat aja videonya... :D